tulisan

Sabtu, 18 Mei 2013

makalah Ijma'

IJMA’

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Ushul Fiqh
Dosen Pengampu : Ali Muchtar, H, Lc, MA
                                                    
Oleh :
                                                Arifatul Rahmawati                            ( 123911013 )
                                               
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA IALAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
       I.            PENDAHULUAN
            Dalam kehidupan sehari – hari kita selalu melakukan kegiatan – kegiatan yang tidak lepas dari peranan syari’at atau hukum – hukum seperti shalat, puasa, jual beli dan lain sebagainya. Semua itu membutuhkan hukum agar kita tidak salah arah dalam landasan agama.
            Untuk mengetahui hukum - hukum syariat agama, para ulama telah berjihad untuk mengetahui hukum yang telah dijelaskan didalam Al – Qur’an dan hadist agar jelas dan tidak subhat. Dalam era sekarang, banyak kita jumpai hal – hal yang pada zaman rasul tidak terjadi, untuk mengetahui bagaimanya hukumnya hal tersebut, maka dibutuhkan kesepakatan para ulama ( ijma’), maka dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian ijma’, macam – macam ijma’, kedudukan ijma’ dalam hukum islam, dan disertai pula contoh ijma’.

    II.            RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengertian Ijma’ dan Macam – Macamnya?
2. Bagaimana Kedudukan Ijma’ dalam Hukum Islam?
3. Bagaimana Contoh – Contoh Kasus Hukum yang Didasari Ijma’?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ijma’ dan Macam – macamnya
      Arti Ijma menurut bahasa adalah sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah para ahli ushul  fiqih dirumuskan sebagai berikut :
اجماع هو اتّاق مجتهدين فى عصر من العصور وفاة الرسول الى حكم شرعىّ فى الواقعة
 Ijma’ ialah kesepakatan ( konsensus ) seluruh mujtahid pada suatu masa tertentu stelah wafatnya rosul terhadap suatu hukum syara’ untuk suatu peristiwa
 (kejadian ).” [1]
     Dari pengertian ijma’ sebagaimana disebutkan diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Kesepakatan adalah kesamaan pendapat atau kebulatan pendapat para mujtahid pada suatu masa baik secara lisan maupun tertulis atau dengan beramal sesuai dengan hukum yang disepakati itu.
b.      Seluruh mujtahid berarti masing – masing mujtahid menyatakan kesepakatannya. Jika ada seorang saja yang tidak menyetujuinya maka tidaklah terjadi ijma’. Dan apabila pada suatu masa hanya ada seorang mujtahuid saja, maka tidak terjadi ijma’, sebab tidak terjadi kesepakatan.
c.       Ijma’ hanya terjadi pada masalah yang berhubungan dengan syara’ dan harus berdasarkan pada Al – Qur’an dan Hadits mutawwatir, tidak sah jika didasarkan pada yang lainnya.[2]
           Ijma’ dilihat dari segi caranya ada dua macam, yaitu sebagai berikut :
1.      Ijma’ Qauli = Ijma’ Qath’i
     Yaitu ijma’ dimana para mujtahid menetapkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan yang menerangkan persetujuan atas pendapat mujtahid lainya.
2.      Ijma’ Sukuti = Ijma’ Zanni
     Yaitu ijma’ dimana para mujathid berdiam diri tanpa mengeluarkan pendapatnya atas mujtahid lain. Dan diamnya itu bukan karena malu atau takut. Sebab diam atau tidak memberi tanggapan itu dipandang telah menyetujui terhadap hukum yang sudah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat ulama ushul fiqh yang menyatakan :
“ diam ketika suatu penjelasan diperlukan, dianggap sebagai penjelasan,”[3]
     Sedang dari segi waktu dan tempat ijma’ ada beberapa macam antara lain sebagai berikut :
1.      Ijma’ Sahaby, yaitu kesepakatan semua ulama sahabat dalam suatu masalah pada masa tertentu.
2.      Ijma’ Ahli Madinah, yaitu persesuaian paham ulama – ulama madinah terhadap sesuatu urusan hukum.
3.      Ijma’ Ulama Kuffah, yaitu kesepakatan ulam – ulama kuffah dalam suatu masalah.
4.      Ijma’  Khulafaur Rasyidin, yaitu :
 اتفاق الخلفء الاربعة على امر من الامور الشّرعّة
“Persesuaian paham khalifah yang empat terhadap sesuatu soal yang diambil dalam satu masa atas suatu hukum.”[4]
5.      Ijma’ Ahlul Bait ( Keluarga Nabi ), yaitu kesepakatan keluarga Nabi dalam suatu masalah.

B.     Kedudukan Ijma’ dalam Pembinaan hukum Islam
      Jumhur ulama’ berpendapat bahwa kedudukan ijma’ menempati salah satu sumber atau dalil hukum sesudah Al – Qur’an dan sunnah. Ini berarti ijma’ dapat menetapkan hukum yang mengikat dan wajib dipatuhi umat islam bila tidak ada ketetapan hukumnya dalam Al – Qur’an maupun sunnah.[5]
      Ulama ushul fiqh berpendapat bahwa ijma’ dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu hukum dan menjadi sumber hukum islam yang qathi. Jika sudah terjadi ijma ( kesepakatan ) diantara para mujtahid terhadap ketetapan hukum suatu masalah atau peristiwa, maka umat islam wajib menaati dan mengamalkannya.
      Alasan jumhur ulama ushul fiqh bahwa ijma’ merupakan hujjah yang qathi’ sebagai sumber hukum Islam adalah sebagai berikut :
a.       Firman Allah SWT :
يا ايهاالذذين امنو اطيعواللّه واطيعواالرّسول واولى الامر منكم (النساء:  59 )
Artinya :
“ wahai orang – orang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul ( Muhammad ) dan Ulil amri ( Pemegang kejuasaan ) diantara kamu.” ( Q.S. an – Nisa’ 59 )
Maksud Ulil ‘Amri itu ada dua penafsiran yaitu Ulil ‘Amri Fiddunnya adalah penguasa dan Ulil ‘Amri fiddin adalah mujtahid atau para ulama’, sehingga dari ayat ini berarti juga memerintahkan untuk taat kepada para ulama mengenai suatu keputusan hukum yang disepakati mereka.
b.      Hadist Rasulullah SAW
انّ  امذتي لا تجمع على ضلالة ( رواه ابن حاجه )
Artinya :” Sesungguhnya umatKu tidak akan bersepakat atas kesesatan.”
مارءاه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن
Artinya : “ apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut pandangan Allah juga baik.”[6]
            Dalam hadist ini dijelaskan bahwa umat dalam kedudukannya sebagai umat yang sama – sama sepakat tentang sesuatu, tidak mungkin salah. Ini berarti ijma’ itu terpelihara dari kesalahan, sehingga putusannya merupakan hukum yang mengikat umat islam.
                 Pandangan ulama’ mengenai Ijma’ sukuti :
Imam Syafi’i dan kalangan Malikiyyah ijma’ sukuti tidak dapat dijadikan landasan pembentukan hukum, dengan alasan diamnya sebagian ulama mujtahid belum tentu menandakan setuju, bisa jadi takut dengan penguasa atau sungkan menentang pendapat mujtahid yang punya pendapat karena dianggap senior.
Hanafiyah dan Hanabilah Ijma’ sukuti syah jika digunakan sebagai landasan hukum, karena diamnya mujtahid dipahami sebagai persetujuan, karena jika mereka tidak setuju dan memandangnya keliru mereka harus tegas menentangnya. Jika tidak menentang dengan tegas, berarti mereka setuju.
Hanafiyah dan Malikiyah  mengatakan jika diamnya sebagian ulama’ mujtahid tidak dapat dikatakan telah terjadi ijma’.  Dan pendapat ini dianggap lebih kuat daripada pendapat perorangan.[7]
C.    Contoh – contoh hukum yang didasari Ijma’
a.       Pengangkatan Abu Bakar as – Siddiq sebagai khalifah menggantikan Rasulullah SAW
b.      Pembukuan Al – qur’an yang dilakukan pada masa Khalifah abu bakar r.a.
c.       Menentukan awal bulan ramdhan dan bulan syawal..
            Ijma’ merupakan sumber rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al Qur’an dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah disepakatai oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya dan beramal.[8]
 IV.            KESIMPULAN
            Demikianlah makalah ini kami susun, kami sadar bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam penyusunan maupun penyampaian dalam makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahrah, Muhammad, Ushul Fiqh, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2003
Efendi, Satria, ushul Fiqh, Jakarta, Fajar Interpratama Offset, 2005
Jumantoro, Totok, Kamus Ilmu Ushul Fiqh , Jakarta, Bumi Aksara, 2005
Suratno, dkk, modul siap Un Kemenag, Semarang, 2011
Syarifuddin. Amir, Ushul Fiqh, Fajar Interpratama, Jakarta,2009




        [1]       Prof. Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih,  (Jakarta, 2003), hlm. 308
        [2]       Drs. Suratno dkk, Modul Siap Un Kemenag, ( Semarang, 2011 ), hlm 131
        [3]       Drs. Suratno,dkk, Modul Siap Un Kemenag, hlm 132
        [4]       Drs. Totok Jumantoro, MA dan Drs. Samsul Munir, M.Ag, Kamus ilmu Ushul fiqh, (Jakarta, 2009), hlm. 106
        [5]       Prof. Dr. H. Amir S, Ushul Fiqh.( 2009), hlm. 138
        [6]       Drs. Suratno,dkk, Modul Siap Un Kemenag, hlm 133
        [7]       Prof. Dr. H. Satria M. Zein, MA, Ushul fiqh, ( Jakarta, 2005 )
[8]       Drs. Suratno,dkk, Modul Siap Un Kemenag, hlm 134

3 komentar:

  1. Bagus tuh makalahnya. Tapi saya mau tanya nih, sampai saat ini saya belum menmukan sumber yang menagatakan siapa saja, kapan, dan di mana ijma itu di laksanakan. Kalau mendapat informasi kapan-kapan saya buka lagi blog ini. dan sebagai share, nitip yah http://aosinsuwadi.blogspot.com/2015/01/perbedaan-pendapat-adalah-rahmat.html dan fiksiana.kompasiana.com

    BalasHapus
  2. http://aosinsuwadi.blogspot.com/ dan http://fiksiana.kompasiana.com/

    BalasHapus
  3. Casino and Resort Near Laurel Casino & Spa
    Get directions, reviews and 충청북도 출장마사지 information 김제 출장안마 for Casino and Resort at 777 Casino 광양 출장안마 St. Charles in Laurel, MD. 구리 출장샵 Find reviews, hours, directions, 구미 출장마사지

    BalasHapus