Review Buku Studi Islam Kontemporer
26 Mei 2013
Oleh : Arifatul Rahmawati
123911013
Judul : Studi
Islam Kontemporer
Penulis : M.Rikza
Chamami, M SI
Penerbit : Pustaka
Rizki Putra (Semarang)
Cetakan : Cetakan
pertama
Tahun terbit :
Desember 2012
Tebal buku : 228
halaman +xii
Buku ini banyak memberi saya informasi tentang Islam sebagai Ilmu
pengetahuan, serta respon terhadap fakta studi Islam terhadap hal tersebut.
Mulai dari pendeskripsian warna studi Islam yang meliputi empat pola,
yaitu : Studi Peradaban Islam, Studi Filsafat, Studi Filsafat, Studi ruh sumber
Islam dan Studi kawasan dan penjelasannya dengan amat rinci. Secara detailnya, buku yang berjudul Studi Islam Kontemporer ini
menyajikan sepuluh bab, yaitu :
Bab1. Pasang surut kebangkitan kebudayaan dan keilmuan: potret
disintegrasi Abbasiyah
. Pada bab ini, penulis membahas tentang betapa besarnya Islam, serta
perkembangan sejarah peradaban Islam. Disini dijelaskan bahwa pasang surut
kebangkitan kebudayaan dan keilmuan : potret disintegrasi Abbasiyah. Dinasti
Abbasiyah yang didirikan oleh Abdullah Al- Shaffah bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas, putra dari keturunan al – Abbas paman Nabi Muhammad SAW
yang berpusat di baghdad. Dinasti Abbasiyah berkuasa dalam rentang waktu yang
panjang, kira – kira 508 tahun ( 750 M / 132 H sampai 1258 M / 656 H ). Konsolidasi
Dinasti Abbasiyah memiliki political will yang sangat profersional,
tetapi kekuasaan Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kehancuran sehingga
mengakibatkan pasang surut atas kebangkitan kebudayaan dan keilmuan.
Dalam rentang waktu yang lama itu , periodisasi perkembangan
Dinasti Abbasiyah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : pertama, Periode perkembangan dan
puncak kejayaan (750–950 M ), kedua Periode pemisahan atau disentegrasi
( 950 – 1050 M ). Ketiga, Periode kemunduran dan kehancuran ( 1050 –
1250M ).
Dalam kurun waktu tersebut, Islam mengalami kemajuan kebudayaan
serta keilmuan yang signitifikan dengan adanya kegiatan menyusun buku – buku
Ilmiah. Pada tahun 143 H atau pada zaman Abbasiyah pertama, para ulama mulai
menyusun hadits, fiqh, tafsir, buku arab, sejarah dan hari-hari bersamaan.
penyusunan tersebut melalui tahapan tertentu. Dimana penyusun yang termashur yaitu : Imam Malik
dengan kitabnya Al – Muwatta’. Serta adanya
pengaturan Ilmu – ilmu Islam yang meliputi ilmu tafsir, ilmu Fiqh, Ilmu Sejarah,
Ilmu Nahwu, Ilmu Terjemahan Bahasa Asing. Adapun buku yang berhasil
diterjemahkan pada masa itu, adalah baik buku tentang hukum, filsafat,
astronomi, kedaokteran. Tokoh yang terkenal dibidang kedokteran yaitu : Ibnu
Sina ( Al – Zanun fi al-Tib ) dan Al-Razi ( Alhawi )
Namun disamping itu, pada era tersebut juga terjadi disentegrasi
yang disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor
internal :Munculnya dinasti – dinasti kecil di barat maupun di timur baghdad yang
berusaha meminta otonomi, Perebutan kekuasaan antara dinasti Buwaihi ( Persia )
dengan Saljuk (Turki ), Perang salib ( antara umat Islam dengan Eropa ), Adanya
disintegrasi berdampak pada kehancuran konsolidasi politik dan niat untuk
melakukan ekspansi, Muncul berbagai pemberontakan. Sedangkan faktor eksternal
meliputi :Geografis : Jauhnya jarak antara pemerintahan pusat dengan wilayah, Politis
: Para gubernur menghendaki otonomi kekuasaan , Ideologis : Pertentangan paham
antar Sunnni dengan Syi’i, Etnis : terdapat bebrapa kelompok wilayah, seperti Persians,
Turks dan Arabians.
Bab 2. Kajian kritis dialektika fenomenologi dan Islam
Pada bab kedua ini,
penulis memaparkan tentang fenomenologi dan materialistis yang menjadi tren
kajian filsafat. Seluruh alam adalah sebuah buku besar yang penuh dengan tanda
– tanda Tuhan, sebagaimana angin hanya dapat “dilihat” melalui tanda-tandaNya
diseluruh alam yang memang diciptakanNya agar Dia dikenali oleh manusia. Namun,
untuk menangkap dan menguraikan tanda – tanda tersebut menggunakan pendekatan
fenomenologis.
Fenomenologi mempunyai arti gejala, metode, sumber berfikir yang
kritis. Pada seperempat abad yang pertama dari abad ke-20, fenomenologi menjadi
mashur sebagai gerakan filsafat di Jerman yang kemudian menjalar ke Perancis
dan Amerika Serikat yang dipelopori oleh Edmund Husserl, dan sekarang telah
menjadi salah satu disiplin ilmu baru dalam filsafat. Fenomenologi memperhatikan benda yang konkrit,
dalam pengertian bukan wujud dari benda itu melainkan struktur pokok dari benda
tersebut. Pendekatan ini digunakan untuk memahami arti, peristiwa serta
keterkaitannya terhadap orang – orang dalam situasi tertentu.
Kajian fenomenologis terhadap esensitas keberaganaan manusia muncul
karena adanya ketidakpuasan para agamawan terhadap kajian historis yang hanya
mengkaji aspek – aspek normativitas agama dari kulit luar saja, sedangkan aspek
internalitas-kedalaman keberagamaan kurang tersentuh.
Fenomenologi mengakui empat kebenaran secara aksiologi. Salah satu
tokoh Islam yang menggunakan fenomenologi dalam melihat Islam yaitu Hassan
Hanafi, dengan bertumpu pada tiga alasan.
Bab 3. Filsafat materialisme Karl Mark dan Friedrick Engels
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang kritik mengenai
hadits. Filsafat sering disebut sebagai
ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan akhir serta makna terdalam dari
realita manusia, sehingga filasafat tidak mungkun berdiam diri atau terhenti
dibelakang titik temu.
Karl Heinrich Mark lahir di Trier, Jerman pada bulan Mei 1818. Ia
ahli filsafat, namun dikenal sebagai lelaki yang payah, otoriter, serta suka
memburukan temannya. Ia memiliki sahabat karib yang bernama Friedrich Engels,
yang lahir di Barmen Jerman 1820. Mereka berdua mendapat julukan “Bapak Pendiri
Komunis”, karena beberapa ide yang berhubungan dengan Marxisme, serta menulis Menifesto
Partai komunis (1848).
Filasafat Materialisme muncul sebagai reaksi ketidaksepakatan
terhadap potivisme dan idealisme. Karena positivisme membatasi diri pada fakta
– fakta, karena realitas seluruhnya terdiri dari materi bahkan Marx menganggap
kalau materi merupakan hal yang utaman, sementara pikiran – wilayah konsep dan
ide yang begitu penting hanya merupakan refleksi. Marx dan Engeles menilai
filsafat sebagai materialisme dialektis serta materialisme historis belaka.
Marx disamping mengemukakan gagasan materialisme, ia juga
melontarkan kritik tentang agama dengan menulis buku yang berjudul “
Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Law “ yang
merupakan sumbangan kritik terhadap filsafat hukum.
Bab 4: Skeptisisme otentitas hadits: kritik orientalis Ignaz
Goldziher
Hadits sebagai bagian dari sumber agama Islam yang disabdakan Nabi
adalah interpretasi dari Al – Qur’an. Akan tetapi diluar Islam ada kalangan yang
meragukan hadits sebagai sabda Nabi yang bersifat suci, karena dianggap hanya
sebatas “rekayasa” kelompok tertentu untuk kepentingan politik dengan kedok
sabda Nabi. Tidak dipungkiri, kritik hadits yang dilakukan para orientalis itu
sama dengan apa yang dilakukan oleh para ulama, salah satunya yaitu Ignaz
Goldzier.
Ignaz Goldziher adalah seorang orientalis keturunan Yahudi, yang
dilahirkan di Szekesfehervar, Hongaria berkebangsaan Jerman. Ia menulis Piyyus,
yang berisi asal usul waktu yang sembahyang bagi kaum Yahudi, menjadi
anggota dalam perkumpulan orientalis di luar negri, dan karya ilmiah yang ia
terbitkan yaitu Die Zahiriten, Ihr Lhrsystem und Geschicte. Joseph
Schacht adalah tokoh yang mengikuti aliran Goldzhier, mereka membuat buku yang
berjudul “Muhammadenische Studies” dan “The Origin of Muhammaden Yurisprudence”
yang menyatakan kalau hadits itu bukanlah berasal dari Nabi Muhammad SAW,
melainkan sesuatu yang lahir pada abad kedua Hijrah, dengan kata lain hadits
hanyalah buatan para ulama belaka, serta produk catatan hadits terakhir berasal
dari dunia abad ke3 sampai ke9 Hijriyah. Namun apa yang dikemukakan oleh
Goldziher dan Joseph tidaklah benar, karena secara eksplisit ditegaskan Al –
Quran pada serat Al Maidah ayat 3
Bab 5 : Telaah Sosial – Kultural : Manhaj Ahlul Madinah
Hukum Islam
dianggap sebagai hukum yang sakral oleh orang – orang Islam, yang datang dari
Allah dan tugas agama yang diwajibkan terhadap semua orang Islam dalam semua
aspek kehidupan mereka. Namun, ketika Rasul masih hidup, tidak ada persoalan
yang tidak terselesaikan, karena semua permasalahan tersebut langsung
disandarkan kepada beliau serta syari’at yang dibawa oleh rasul merupakan penyempurna syari’at terdahulu.
Setelah Rasulullah SAW wafat, ketika ada permasalahan yang tidak
ada ketentuannya dalam nash, para ulama
merasa mempunyai kewajiban untuk memberi penjelasan dan penafsiran nash Al –
Qur’an dan as-sunnah dengan berijtihad. Namun dalam melakukan ijtihad
perspektif yang mereka gunakan berbeda, ada yang lebih menekankan pada
penggunaan dasar nash Al Quran, dan as-sunnah, dan lebih memilih hadits Nabi
Muhammad SAW yang bersifat ahad daripada menggunakan akal, jika hadits tersebut
memenuhi syarat keshahihannya atau yang
dikenal dengan ahlul hadits, dan ada yang sering mendahulukan pendapat akal
daripada hadits-hadits ahad, dan merka sangatlah selektif dalam menerima
hadits-hadits yang dikenal dengan ahli ra’yu. Perbedaan tersebut dikarenakan
perbedaan sosio kultur.
Tokoh yang lahir dari kalangan ahlul hadits yaitu : Madzhab
Syafi’i, Madzhab Maliki, dan Madzhab
Hambali, karena mereka lahir di Madinah dimana mayoritas penduduknya hafal
hadits. Sedangkan imam yang lahir dari
golongan ahli ra’yu yaitu Imam Hanafi.
Bab 6 : Postmodernisme : Realitas Filsafat Kontemporer
Kehidupan modern yang serba positivistik serta serba terukur
sebagai konsekuensi dari pendewaan akal pikir telah gagal mengatasi problem
kehidupan. Kegagalan modernisme itu telah melahirkan gerakan postmodernisme
yang mendekonstruksi pemikiran modernisme. Dimana gerakan ini telah merambah ke
berbagai bidang kehidupan, termasuk seni, ilmu, filsafat serta pendidikan. Arus
posmodernisme merupakann respon keras terhadap modernisme.
Menurut J. F. Lyotard dalam bukunya La Condition Postmoderne
(1979), diartikan secara sederhana sebagai “incredulity towards inetanarratives”
dapat diartikan sebagai “segala bentuk refleksi kritis atas paradigma paradigma
modern dan atas metafisika pada umumnya.” Sejumlah ahli mendeskripsikam posmo
sebagai menolak nasionalits yang digunakan para fungsionalis, rasionalis,
interpretif dan teori kritis. Promo bukan menolak rasionalitas namun lebih
menekankan pada pencarian rasionalitas aktif kreatif . Bukan mencari dan
membuktikan kebenaran, melainkan mencari makna perspektif dan problematik. Tata
pikir yang digunakan plasmo yakni : kontradiksi, kontroversi, paradoks, dan
dilematik, serta plasmo lebih melihat realitas sebagai problematik. Ciri dunia
postmodern yaitu kondisi dimana
kenyataan sebenarnya kalah oleh citra dan penampakan media. Adapun yang ditolak
pascamodernisme adalah setiap gaya pikir yang menotalkan diri dan bergerak
universal.
Mengenai modenisme tersebut, muncul dua aliran yang mempunyai
tanggapan berbeda, yaitu pascamodernisme skeptis menjawab bahwa setelah
modernisme, yang ada hanyalah pluralisme radikal, tanpa adanya makna atau
kebenaran tunggal yang berperan sebagai pusat, serta kebenaran atau makna
absolut dianggap mustahil. Yang kedua yaitu pascamodernisme alternatif, gairah
pluralisme justru membawa visi baru tentang kebenaran, yakni tidak lagi sebagai
Kebenaran ( dengan K besar ) yang menyandang peran pusat, melainkan
kebenaran-kebenaran ( dengan k kecil ) yang bersifat lokal dan mini-naratif.
Akbar S Ahmed dalam karyanya, Postmodernisme and Islam ( 1992 )
mengingatkan bahwa pada prinsipnya, postmodern mengandung harapan sekaligus
ancaman: elektisisme sebagai identitas etnis yang beragam tidak menjamin
toleransi satu dengan yang lain. Heterogenitas etnis justru bisa menjadi lahan
persengketaan dan permusuhan.
Bab 7: Potret metode dan corak tafsir Al-Azhar
Al – Qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingannnya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul dengan perantara malaikat
Jibril, dimana keotentikannya dijamin oleh Allah. Agama memang sangat
membutuhkan tafsir untuk memudahkan umatnya memahami makna pesan Tuhan dalam
kitab sucinya.
Sakah satu kitab tafsir yang terbit di Indonesia adalah tafsir al
Azhar karya Hamka. Hamka merupakan tokoh yang lahir di Minang tepatnya di tanah
sirah, pada tanggal 13 Muharram 1362 H, dari ayah yang bernama Syekh Abdul
Karim Amrullah. Hamka memiliki warisan predikat keulamaan secara genelogis yang
ditanamkan andung ( nenek ) kepadanya lewat cerita “sepuluh tahun”
menjelang tidur. Beliau memanifestasikan dirinya dalam berbagai aktivitas,
diantaranya yaitu sebagai sastrawan, budayawan, ilmuan Islam, dan lain-lain.
Dan salah satu karyanya yaitu Tafsir Al-Azhar.
Tafsir Al-Azhar berasal dari kuliyah subuuh yang diberikan oleh
Hamka di masjid agung Al-Azhar, sejak tahun 1959. Namun pada tanggal 12
Ramadhan 1383 H, sesaat setelah Hamka memberikan pengajian dihadapan kurang
lebih 100 orang kaum Ibu di masjid Al-Azhar, ia ditangkap oleh penguasa Orde Lama,
lalu dijebloskan kedalam penjara.namun, disanalah ia memiliki kesempatan untuk
memulai menulis Tafsir Al-Azhar. Hamka pernah dipindahkan ke rumah sakit
Persahabatan, Rawamangun, dikarenakan kesehatannya yang menurun. Namun disana
beliau juga masih meneruskan menulis Tafsir al-Azhar. Ketika Orde Baru, Hamka
bebas dari tuduhan tahanan, karena kekuatan PKI pada masa itu ditumpas. Setelah
keluar dari tahanan, Hamka menggunakan waktunya untuk memperbaiki serta
menyempurnakan Tafsir al-Azhar tersebut.
Metode yang digunakan Hamka dalam penulisan Tafsir al-Azhar yaitu
metode tahlili (analisis) bergaya khas tertib mushaf, atau dengan menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yag terkandung didalam
ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna makna yang tercakup di
dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan
ayat – ayat tersebut. Adapun corak yang dipakai yaitu al-adabi
al-Ijtima’i-Sufi ( sosial kemasyarakatan) adalah corak tafsir yang berusaha
memahami nash-nash al-Qur’an dengan cara pertama dan utama mengemukakan
ungkapan-ungkapan al-Qur’an secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna
yang dimaksud oleh al-Qur’an tersebut dengan gaya yang menarik.
Bab 8 : Diskursus metode hermeneutika Al-Qur’an
Hermeneutik digunakan senagai jembatan untuk memahami Islam secara
global, baik secara historis-sosiologis maupun semiotis-kebahasaan. Hermeneutika
merupakan cara-cara untuk menafsirkan simbol- simbol yang terwujud dalam teks
atau bentuk – bentuk lainnya, untuk memahami kitab – kitab suci yang dilakukan
oleh agamawan.
Hermeneutika dalam konteks al –Qur’an sering dinilai rancu, karena
hermeneutika muncul dari tradisi barat yang banyak dihasilkan oleh orang non
muslim. Sedangkan al –Qur’an merupakan kitab suci umat muslim, sehingga tidak
mungkin dengan mudah menerima produk dari orang non muslim. Hermeneutika
al-Qur’an merupakan istilah yang masih asing dalam wacana pemikiran Islam.
Diskurus penafsiran al – Qur’an tradisional lebih mengenal istilah al-tafsir,
al-ta’wil, dan al bayan. Namun, sekarang ini hermeneutika sudah mulai
digunakan sebagai metode tafsir al- Qur’an karena merupakan salah satu metode
untuk membedah kandungan ayat al-Qur’an dengan menyesuaikan konteks dan membuat
ayat tersebut menjadi kontekstual.
Bab 9: Jawa dan Tradisi Islam Penafsiran Historiografi Jawa Mark
Woodward
Clifford Geertz, seorang antropologi terkemuka Amerika mengatakan
kalau Islam itu sinkretik, serta membagi Islam di Jawa menjadi tiga varian,
yakni abangan, santri, dan priyayi. Munculnya kaum Santri dan Abangan merupakan
produk dan pantulan islamisasi Jawa. Berasal dari riset sosio-kultural terhadap
“Orang Jawa “ dan “masyarakat Jawa” terciptalah buku yang berjudul Kepribadian
Jawa dan Pembangunan Nasional, oleh Niels Mulder, dimana buku tersebut berisi
tentang banyak hal mengenai Islam dan Jawa, diantaranya yaitu : hubungan tradisional dan modernisasi, serta
kepribadian Jawa bertemu dengan proyek pembangunan di Indonesia.
Secara umum,
Schrieke membagi proses islamisasi Jawa menjadi dua bagian yaitu proses yang
bersifat ortodoks ( sinkretis ) dan proses ortodoksi (tradisi). Menurut Mark R. Woodward mengenai “Islam
Jawa” yang kemudian disimplikasikan sebagai “kejawen”- sejatinya bukan
sinkretisme antara Islam dan Jawa ( Hindhu dan Budha ), tetapi tidak lain
hanyalah berkembangnya Islam arab, Islam India, Islam syiria, dan lain
sebagainya.
Bab 10 : Reinterpretasi Profil Peradaban Islam
Pada pembahasan bab terakhir dalam buku ini menjelaskan tentang
hiruk pikuk peradaban Islam. Peradaban dan perubahan merupakan dua peristiwa
yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya karena manusia merupakan pelaku
utama kegiatan untuk membangun peradaban itu.
Peradaban merupakan bentuk kebudayaan yang paling ideal dan puncak,
sehingga menunjukkan keadaban, kemajuan, dan kemakmuran suatu masyarakat.
Apabila kebudayaan bersifat abstraksi seperti sains murni, maka peradaban
adalah hasil penerapannya seperti teknologi dan produk-produknya. Dan manusia
bisa dikatakan berperadaban ketika dia telah berkebudayaan. Sejarah peradaban
Islam mengandung makna perkembangan atau kemajuan Islam dalam perspektif
sejarah. Sedangkan peradaban Islam yaitu peradaban umat Islam yang lahir dari
motivasi keagamaan dan diwujudkan dalam berbagai bentuk, yang mana bisa berasal
dari ajaran Islam secara murni maupun hasil elaborasi dengan unsur-unsur lain
yang masih senafas dan tidak bertentangan.
Islam pernah mengalami kejayaan yang luar biasa, adapun pusat
peradaban Islam saat itu berada di Baghdad, Kairo. Persia, Istambul ( turki).
Ketika itu Islam memiliki perpustakaan yang dipenuhi beribu – ribu buku ilmu
pengetahuan yang disebut Bait al Hikam ( Baghdad), adanya pembaharuan dibidang
administrasi, pembangunan ekonomi, serta toleransi beragama ( Kairo ),
melakukan pembangunan di berbagai sektor ( Persia , Istambul ). Kemajuan
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu : adanya niat baik
dari penguasa untuk mengusulakn Islam, Sumberdaya manusia yang handal, serta
letak geografis. Namun karena kelengahan
umat Islam, kejayaan itupun akhirnya rutuh yang ditandai dengan runtuhnya dinasti
Abbasiyah oleh pasukan mongol. Apabila masyarakat Islam tidak dalam posisi
marjinal dan punya rasa percaya diri yang tinggi, maka mereka akan mampu
menampilkan wajah Islam yang terbuka, progresif, kosmopolit, serta berkarakter
liberal.
Kelebihan dan Kelemahan Buku
Buku ini membahas tentang masalah keislaman yang mendasar, padat
serta luwes dengan kelebihan dan kekurangannya. Buku ini dikemas menggunakan
bahasa ilmiah, serta mampu membuat pembaca penasaran akan isi dari buku ini,
buku ini dibuat untuk membantu mahasiswa mendapatkan rujukan dalam ilmu studi
Islam secara lebih rici.
Dalam buku ini tercantum beberapa bab yang telah diperinci oleh
pengarang. Selain itu, pengarang telah memberikan kesimpulan pada akhir tiap
bab pembahasan sehingga memudahkan pembaca untuk menangkap inti-inti dari
kajian materi.
Namun, didalam buku ini, terdapat beberapa kata yang susah dimengerti oleh
semua kalangan. halaman yang tercantum dalam daftar isi tidak sesuai dengan
pembahasan dalam buku tersebut.
Demikian review yang bisa saya buat dari Buku Studi Islam Kontemporer. Semoga Ilmu yang saya peroleh setelah mempelajari buku ini bisa bermanfaat, khususnya bagi diri saya sendiri. Amin.